bintang

Jumat, 26 September 2014

Cerpen: ~Cita-citaku yang satu~

Termenungku di bangku pinggiran pantai, sambil menatap indahnya langit senja itu dan kicauan burung-burung kecil yang semakin menambah indah karunia-Nya. Burung kecil itu berbicara : “Bagiku, waktu pernah mematahkan sayapku, kemudian waktu pula yang menyembuhkannya dan mengajari aku untuk tidak menyerah, tetap bertahan melayang di udara. Hingga Allah SWT yang menentukan kematian ku.”
Astagfirullahal’adzim. Ya Allah, apa yang sedang aku fikirkan?! Hingga aku merasa burung kecil yang melayang di udara itu bicara pada ku?!” Tersentakku dari lamunan panjang dan mencoba mengambil sesuatu yang ada dalam ranselku.Masih sangat jelas teringat dalam benakku, wajah kecil dengan senyuman polos dari foto itu. Yah, itu aku. Foto ku yang sedang duduk dibangku kelas 5 SD. Foto pada saat aku menang perlombaan melukis antar Sekolah Dasar se-Provinsi Bengkulu, aku sangat senang karena dapat membahagiakan orangtua, guru, serta membanggakan sekolahkudengan piala yang aku pegang dalam foto itu.Sejak saat itu, aku bingung untuk menentukan cita-cita ku karena sedari kecil aku ditanya oleh orang-orang, aku jawabnya “Pengen jadi artis.”. Dengan balasan sebuah senyuman, yah mungkin orang hanya berfikir “ah,masih anak kecil, nanti cita-citanya pasti juga akan berubah lagi.”
***
Melirik lagi. Dengan tertawa kecil aku mengingatnya. Yah, memang benar perkataan orang itu, cita-cita ku banyak sekali, mungkin tak terhitung kalau aku mau menghitungnya dari sejak aku kecil hingga saat ini. Jadi artis, polwan, dokter, bidan, penyanyi, penari, tentunya setelah mendapat juara lomba melukis, aku tambahkan daftar impianku, menjadi seorang pelukis. Ou,ou, ternyata tak cukup sampai disitu, seiring dengan berjalannya waktu aku terus menambah daftar mimpiku.Oh ya, kalau kata Bu guru,mungkin cita-cita itu juga bisa ditentukan lewat mata pelajaran apa yang kalian paling suka dan paling tinggi nilainya. “MATEMATIKA” spontan aku menjawabnya,,iya matematika.. i love it, i love it, i love it, i love matematic. Entah kenapa setiap mendengar kata Matematika itu, hatiku langsung berbunga-bunga,serasa sedang berada dilautan angka dan bermain dengannya. Wawh,,pokoknya matematika itu sesuatu banget lah,, is the best in my heart.. “Eh, aku bisa PeDe(Percaya Diri) ngomong gitu, karena emang udah kebukti dari semua nilai matematika ku sedari Taman Kanak-kanak (TK) hingga sekarang, nilai matematika ku tidak pernah tertera angka tujuh apalagi kebawahnya, nggak pernah bangetts.. Hehhe.. Tapi, lalu, apa cita-cita yang berhubungan dengan matematika ini?! “Oh, Pegawai bank, kantoran, terus apa lagi ya?! Mentok ah, itu doank,, “pokoknya pekerjaan yang bikin kepala pusing pastinya” sahut teman sekelas ku saat itu. Adduh, peduli amat dah apa kata orang, yang jelas aku suka matematika. So what gitu lho...
Tetttthhh,,, bel pun berbunyi, untuk siswa-siswi kelas VI tanda istirahat telah berakhir dan masuk ke kelas kembali, maklumlah bentar lagi UN(Ujian Nasional) jadi jadwal istirahatpun dipercepat,huffth... “Eh, pelajaran apa?” tanyaku kepada teman sebangku ku. “Ya Allah, pelupa banget sich ririn nih, Bahasa Indonesia noh (sambil melihat Ibu Guru Bahasa Indonesia dari jendela yang sedang berjalan menuju ke kelas), pelajaran yang kamu paling suka, kok sampai lupa.“Ha? Suka apaan? Pelajaran yang aku suka tuh Matematika bukan Bahasa Indonesia...” bentakku. “Lho emang bener kok, di dalam kelas ini kamu tuh yang paling bersemangat banget kalau ibu guru menjelaskan pelajaran tentang puisi, dan saat dikasih tugas membuat puisi pun, puisi kamu yang paling bagus, malah ibu guru suruh puisi mu itu dibuat bingkainya, agar dapat dipajang di kelas. Dan bahkan ibu guru mengamanatkan kamu untuk membuat puisi perpisahan, untuk dibacakan sewaktu perpisahan SD nanti. Apa coba itu semua? Kalau bukan kamu suka pelajaran Bahasa Indonesia, selain Matematika...” temanku balas membentakku.“Eits,santai..maaf,maaf, iya ya, kok ririn bisa lupa ya.” Hehhehe...Mendengar panjang lebar penjelasan temanku, membuatku bingung. Nilai Bahasa Indonesia ku jelek, rendah lah pokoknya diraport, bahkan susah banget untuk meraih nilai 9, yang banyaknya nilai 6 sama 7,, ah,masa ia aku suka Bahasa Indonesia?! Masih mendingan juga nilai Bahasa Inggris ku.Adduh, makin bingung...tapi, dari hati yang paling dalam, jujur aku memang menyukai puisi, bahkan tanpa aku sadari seringkali jari-jari tanganku menari dengan sendirinya, hingga melahirkan kata-kata indah dari hati, disetiap apapun keadaanku pena adalah sahabatku, dan kalau sehari saja tak membaca, bisa pusing kepalaku. Karena inspirasi akan kita temukan salah satunya dengan membaca.Tapi,,emmh... yah tak apalah, toh tinggal nambahin aja kedaftar mimpiku satu lagi “Aku ingin menjadi penulis puisi yang handal, bila perlu puisi yang dapat dibaca oleh semua orang di Dunia”. Wawh,,gak tanggung-tanggung punya mimpi... Hehhe... Tak lama kemudian, bel tanda pulang pun berbunyi. Dengan semangat aku langsung berusaha untuk bisa merealisasikan mimpi-mimpiku...
***
Tik,,tik,,tik... Tak terasa rintik hujan telah membasahi foto yang aku pegang... “Ya Allah, hujan...”. Segera aku berpindah, berteduh dibawah pohon, tetapi indahnya ombak masih tetap kelihatan di hadapanku dan terbelalak mataku menyaksikan langit yang menangis,aku mendapati seekor burung. “Ya Allah, dalam hidup, tak ada jaminan buat terus bahagia, tidak ada kepastian buat apapun. Seperti burung senja itu yang bisa mendadak melayang jatuh “
Tak sadar, pipi ini basah. Ah, pasti air hujan. Bukan, ini bukan air hujan. Ini adalah air mataku. Aku menangis. Sambil kembali menatap foto yang sedari tadi terus aku pegang. Dan saat ini fikiranku melayang pada saat aku Sekolah Menengah Atas(SMA) yang mana pada saat itu adalah masa yang labil bagi remaja-remaja seusiaku. Kembali aku merajut mimpiku, masih tercoret rapi dibuku harianku mengenai cita-citaku dari kecil hingga saat ini.
***
“Sekarang tibalah saatnya bagi Ibu untuk membacakan nama-nama yang juara dikelas kita.” Kata Ibu Guru. Pada saat itu, adalah awal atau pembagian rapot yang pertama kalinya yakni, kelas X SMA. Terus ku menunggu, berharap namaku tersebut oleh Bu Guru. Juara 1, juara 2, juara 3, bukan aku. Aku tak mendapatkan tiga besar, dan hal itu sangat membuatku sedih karena rasanya aku telah belajar semaksimal mungkin untuk itu. Tak berhenti bibir Bu Guru bergerak dan terus membacakan nama-nama yang juara. Juara 4, ternyata juga bukan aku. “wadduh,,ririnnggak dapat juara ni ceritanya.” Bicaraku kecil sambil merapikan kerudungku yang makin lama semakin kusut, yang ikut gemetaran seperti pemakainya. “Juara 5,jatuh kepada RIRIN IRYA”. Tanpa ba bi bu, aku langsung kedepan kelas. “Ternyata kerja kerasku hanya sebatas juara 5.” Kataku dalam hati, “Ah, tapi aku tetap harus bersyukur. Alhamdulillah, trimakasih Ya Allah. Dan aku akan belajar lebih giat lagi.”. Aku pun segera melihat hasil nilai-nilai yang tertera pada raport ku, teman-teman yang lain pun juga sibuk saling melihat-lihat nilai raport yang satu dengan yang lainnya. “Wawh, keren rin. Di kelas ini, nilai matematikamu yang paling tinggi, nilai ku pun kalah dengan nilaimu.” Kata temanku yang juara satu, dengan nada yang agak kaget gitu. “Iya.” Jawab ku singkat, dan aku tidak terlalu kaget karena memang aku tidak meragukan lagi nilai matematikaku, yang sedari Taman Kanak-kanak(TK), Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), hingga saat ini. Karena memang itu adalah pelajaran favoritku. Yang aku kagetkan itu, kenapa aku tidak bisa memasuki Tiga Besar Juara di kelas ini, padahal sewaktu di SMP dulu, Tiga tahun berturut-turut, aku adalah Juara Umum disana. Tetapi kenapa di SMA ini?!,, “Ah,sudahlah mungkin memang mereka lebih pintar dariku. Eh,,tapi.. Di dunia ini, manusia gak bisa dibedakan dengan pintar dan bodohnya. Manusia itu dapat dibedakan dengan rajin dan malasnya. Dan mungkin, aku kurang rajin.” Kataku yang sedang berusaha menghibur diri. Selalu ada harapan bagi mereka yang berdo'a dan selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha. Semangat Ririn !!. Semuanya belum berhenti sampai disini. Masih banyak mimpi-mimpi yang harus diwujudkan.
Hingga tibalah pada saat aku menjelang tamat SMA. Aku mulai perfikir matang, untuk masa depan ku. Aku akan melanjutkan sekolah kemana? Akankah aku lanjutkan kuliah yang sesuai dengan mimpiku? Yang sesuai dengan keinginanku?, dan jawabannya adalah “IYA”. Ku baca ulang semua daftar mimpi-mimpi yang telah kutulis dibuku harianku. “Aku ingin jadi artis, polwan, dokter, bidan, penyanyi, penari, pelukis,profesor, pegawai kantoran, pegawai bank, hingga penulis puisi yang handal.” Di tengah kebingunganku akan hal itu, akupun mengikuti berbagai macam test, TestSeleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri(SNMPTN) yang aku inginkan, Test Kedokteran, Test Pegawai Bank, dan lain-lain. Hampir semua yang berhubungan dengan mimpi-mimpiku, aku mengikuti berbagai macam test itu.
***
Hari semakin senja, suasana di pinggiran pantaipun semakin sepi. Tapi tetap saja tak terlintas sedikitpun di benakku fikiran untuk pulang. Ku angkat kepalaku dari foto itu untuk beralih pemandangan dengan melihat keatas langit. Rupanya hujan sudah agak meredah, namun redahnya hujan, tak ikut meredahkan hatiku. Aku berdiri, kemudian berlari sekencang mungkin ke tepi pantai, untuk berteriak sekencang-kencangnya dan menangis sejadi-jadinya. “Ya Allah, hamba tahu mendung diciptakan bukan untuk membuat langit gelap, tapi ia hadir membawa kabar gembira turunnya hujan. Tapi kenapa rintik hujan itu sangat sakit?”.
***
Di berbagai test yang aku ikuti, semua test itu, aku dapati hasil “NIHIL” , aku tidak lulus di satupun test itu. Aku merasa semuanya tiada berguna, aku merasa Allah tak adil padaku. Kalau begini jadinya, apalagi mimpi yang mau aku wujudkan? Apa lagi yang harus aku lakukan?“Dalam hidup. Siapa saja bisa terlempar keluar dari kotak rasa nyamannya secara tiba-tiba. Kita memang hidup dalam sekat-sekat, pengotakkan, pelebelan. Dan saat lebel kita dicabut oleh Allah SWT, maka kita bukan siapa-siapa lagi.”Dua hari terbaring di Rumah Sakit, dan aku rasa itu sudah cukup. Ku ambil, ku pegang, ku usap, ku cium, ku baca dengan nada yang lirih. Hingga terpaku ku pada surat yang sedang ku baca Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 139)
Kali ini, aku sanggupkan diri tuk menyelipkan seulas senyuman dibalik kesedihanku, tuk mengganti air mata dengan tawa ria. “Jangan pernah merasa terhimpit sejengkal pun, karena setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan”
Disaat semua teman-teman SMA seperjuanganku telah legah, telah aman, telah santai karena mereka semua telah mendapatkan tempat kuliah yang mereka inginkan. Sementara aku, hanya berkutat dengan Al-Qur’an. Terdiam, menyendiri, dan ditemani oleh Al-Qur’an. Aku tak sanggup menjawab pertanyaan dari orang-orang. “Melanjut sekolah kemana rin?”, aku hanya diam. Di saat seperti ini, orangtua lah yang sangat berperan penting bagiku. Disaat semua orang menyodorkan banyak pertanyaan yang membuat dadaku kian sesak, disaat semua yang aku inginkan tiada terwujud. Hanya orangtua ku yang paling mengerti aku, walau aku tahu sebenarnya mereka juga pusing memikirkanku. “Rin, lanjut ke sekolah agama saja ya nak ya?” kata Ibuku dengan nada suara yang gemetar, takut aku menolaknya. “karena cuma disana sekolah negeri yang masih buka pendaftarannya.” Lanjut Ibuku. “Apa? Kuliah Agama Bu?” Lama kami saling terdiam, dan tak ada yang berani untuk angkat bicara terlebih dulu. “Baiklah Bu.”,“Aku pasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Dan aku yakin, bahwa Allah tidaklah selalu memberikan apa yang kita inginkan, tetapi Allah pasti lah selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Jikalau memang melanjutkkan ke tempat kuliah Agama ini merupakan kebutuhan bagiku. Maka aku akan ikhlas menerimanya.”
“Ya Allah, aku telah tercebur ke dalam lautan asing, yang tidak aku sangkakan sebelumnya. Dan sekarang aku telah berada dilautan itu, jikalau aku tak pandai berenang maka aku akan tenggelam.” Ya Allah, Tolong bantu aku, bantu hamba-Mu yang lemah ini untuk mengenal Islam secara utuh dan lebih dalam lagi. Aku pun memulai untuk memiliki cita-cita kembali. Dan kini, Subhanallah, sungguh karunia Allah amat dekat kepada hamba yang mau mendekat kepada-Nya. Aku telah menjadi seorang Guru Ngaji yang penghasilannya bahkan lebih dari cukup, aku juga telah menjadi pemenang dari lomba Da’iah (Ceramah Agama) se-Sumatera dan akupun mulai memiliki tujuan hidup untuk membantu Agama Allah SWT dengan berdakwah lewat seni, aku bisa menyuarakan Islam dan menasehati antar sesama melalui puisi, serta kemampuanku dibidang karya sastra lainnya. “Tolonglah Agama Allah, maka Allah akan menolong dan meneguhkan kedudukan mu.”
Sekarang, hanya satu titik fokus cita-cita yang ingin ku tuju yaitu Allah, yang akan menjadi satu titik acuan hidupku yaitu Rasulullah. Dan Semoga Engkau meridhoi cita-citaku yang satu ini Ya Allah, “AKU INGIN HAFAL 30 JUZ AL-QUR’AN SEBELUM KEMATIANKU”.Amiin Ya Robbal ‘alamin.


~End~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar