bintang

Rabu, 17 Desember 2014

Inilah Ulil Amri ku !

Lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Siapa ulil amri mu?"
***
Sebetulnya, aku bingung bagaimana kata awal untuk memula penjelasan tentang ini kepada mu teman. bingung mencari apa kata-kata yang tepat, agar kalian dapat mengerti apa yang aku ketahui. namun, akan kucoba sampaikan dan sekali lagi, tolong dengarkan aku ! setelah itu, mka mnjadi urusan mu. Silahkan untuk tidak setuju dengan pemikiran ku dan bersebrangan jalan dengan ku !
***
Bismillah,
Pada saat 1 romadhon 2014, sekitar 5 bulan yang lalu. Telah resmi dideklarasikan tegaknya Negara Islam (Daulah Islamiyah) di Suriah.
Jujur hal itu sontak membuatku untuk berfikir keras, karena mau tidak mau aku harus berfikir dan mencari kebenaran atau validitas data mengenai apakah betul akan ada khilafah sebelum Al-Mahdi? Dan Al-hamdulillah itu sudah terjawab dan sudah terkumpul sedikit keyakinan dihatiku.
kemudian, setelah sebulan dideklarasi, muncul berita bahwa memang betul ada, nama2x oknum di Daulah Islam ialah khawarij "yang mudah mengkafirkn individu muslim sehingga menghalalkan darahnya." Dan hal itu kembali membuat hatiku goyah,
"Ya Allah aku berlindung kepadamu, dari fitnah dajjal, fitnah khawarij, dan fitnah murji'ah, serta berbagai fitnah lainnya yang dapat menyengsarakanku diakherat nanti. sungguh aku berlindung kepadamu Ya Allah, Mohon tunjukilah aku jalan yang lurus dan jangan kau ambil hidayah yang telah kau berikan kepadaku, bantu aku untuk mampu beristiqomah untuk tunduk dan patuh pada dien ini hingga ajal menjemputku." aamiin.

Do'a ini pun selalu ku panjatkan setiap selesai dari sholatku.
Dengan terus-menerus mencari dan mencari informasi yang valid, ya bisa dikatakan aku Tawaquf dari hal itu selama kurang lebih 3 atau 4 bulan.

Namun, ada yang sangat aku miriskan dari pendukung daulah atau orang-orang yang telah berbai'at sejak awal Negara Islam dideklarasikan. Mereka dgn mudahnya meremehkan bahkan menghina orang-orang yang belum berbai'at kepada daulah ! Lantas apa arti semua amal perbuatan mu ya akhi? ya ukhti? apa arti semua amalanmu jika dalam beramalpun kalian mewarisi sifat iblis ! merasa paling benar dan semua yang tidak berbai'at adalah salah, bahkan lebih miris lagi sampai mngkafirkan yg tdk brbaiat, pdahal khalifah Al-Baghdadi saja tidak sprti itu ! tidak smpai mmfons kafir org yg blm baiat pd nya..
na'udzubillah.. Sdarlah, bukan seperti itu cara berdakwah ! justru dengan kalian-kalian ini dapat mencoreng nama Daulah dimata masyarakat. "oh,ternyata seperti ini pendukung daulah. tidaklain ianya seorang yang keras,bengis,dan kasar serta sgt-sgt tidak bisa menjaga lisannya !"

Teman,...dalam menyikapi masalah mngenai khilafah IS ini memanglah suatu hal yang sangat wajar jika terjadi banyaknya perbedaan pendapat  bahkan dikalangan ulama sekalipun. Memanglah suatu hal yang sangat wajar jika kebenaran itu semakin  tersamarkan. Dan memanglah suatu hal yg sgt-sgt wajar jika tindakan kita yg paling tepat dan harus kita lakukan  saat ini dlm mnyikapi ialah utk brkata baik  atw diam! Serta brdo’a kpd Allah,
"Ya Allah.. Jika Daulah Islam Iraq dan Syam adalah Daulah Khowarij, maka musnahkanlah eksistensinya, bunuh-lah petinggi-petingginya, jatuhkanlah panji/ benderanya,tunjukanlah prajuritnya kepada kebenaran. Ya Allah… Jika Daulah IS menerapkan hukum-hukum (Al Qur’an dan Sunnah), berjihad melawan musuh-musuhMu, maka teguhkanlah ia, tolonglah ia, muliakanlah ia, berikanlah  kekuasaan baginya di bumi, jadikanlah ia sebagai gerbang Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah." Aamiin-


Teman,..lalu bagaimn sikap kita dlm mnanggapi fatwa2 mngenai Daulah IS?
1.      Karena masalah khilafah adalah mncakup Dunia, ada baiknya kita melihat semua fatwa2 ulama yang ada mengenai hal trsebut, terlebih ulama dunia dan terlebih lagi ulama2 ahlu tsughur (ulama jihad) utk lebih meyakinkan kita krn peran khilafah tdk akan dpt dipisahkn dgn jihad fii sabilillah.  
2.      Jangan terlalu cepat dalam bertaqlid kpd ulama2 kontemporer saat ini, terkhusus ulama2 kontemporer yg ada di Indonesia!
Dalam situasi semacam ini, maka tidak ada solusi yang terbaik selain kembali kepada Allah dengan menyibukkan diri dengan ketaatan kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetap beribadah di saat harj/fitnah berkecamuk bagaikan berhijrah kepadaku.”(HR. Muslim dari Ma’qil bin Yasar, lihat at-Tanbih al-Hasan fi Mauqif al-Muslim minal Fitan, hal. 5)

Muqallid dibagi menjadi dua macam, muqallid muttabi' dan muqallid 'ammi. 
Muqallid muttabi' : orang yang memiliki sebagian ilmu yang diperlukan dalam berijtihad, dan bertaklid setelah ia mengetahui dalilnya. 
Muqallid 'ammi : orang yang tidak memiliki sebagian ilmu untuk berijtihad, dan ia bertaklid tanpa mengetahui dalilnya.

Lalu apakah yang harus dia lakukan?
Jawabannya, selayaknya pilihannya itu berdasarkan timbangan yang pasti, yang bisa digunakan untuk mengetahui pendapat yang rojih (kuat) dari pendapat yang marjuh (lemah). Timbangan ini adalah firman Alloh سبحانه و تعالي:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
Sebab itu, pendapat mana saja yang sesuai dengan al-Kitab dan as-sunnah adalah benar. Sebaliknya, pen­dapat yang menyelisihi al-Kitab dan as-sunnah batil.
Wajib atas seorang muslim yang mampu meneliti untuk memilih pendapat yang sesuai dengan dalil yang kuat.
Imam Ibnu Abdil Barr  رحمه الله berkata: “Yang wajib dalam menyikapi perselisihan para ulama adalah mencari dalil dari al-Kitab dan as-sunnah serta ijma’ dan qiyas yang berdasarkan ushul (kai­dah-kaidah pokok) yang bersumber dari semua itu, tidak bisa tidak. Dan jika dalil-dalil (khilaf tersebut) adalah sama-sama kuat maka wajib untuk memilih pendapat yang paling menyerupai dengan apa-apa yang telah kita sebutkan dengan Kitab dan Sunnah. Apabila dalil-dalil (khilaf tersebut) tidak jelas maka wajib untuk tawaqquf (menahan diri). Apabila se­seorang terpaksa mengamalkan salah satu pendapat (dari khilaf tersebut) pada kondisi yang khusus pada dirinya maka ia boleh taqlid sebagaimana dibolehkan bagi orang awam.” (Jami’ Bayanil-Ilmi hlm. 903)
Wajib atas seorang muslim untuk meminta fatwa kepada orang yang telah terpenuhi syarat-syarat untuk berfatwa, baik dalam hal ilmu maupun waro’ (kehati-hatian). Janganlah dia bertanya kepada orang yang yang mengeluarkan fatwa dengan kebodohan dan kebohongan. Janganlah pula dia bertanya ke­pada orang-orang yang tasahul (bermudah-mudah) dalam berfatwa, yaitu yang suka memberi fatwa de­ngan rukhshoh dan kilah (penipuan terselubung). Mereka tidak boleh dimintai fatwa.
Demikian pula, wajib atas pencari kebenaran un­tuk ber-isti’anah (mohon pertolongan) kepada Alloh سبحانه و تعالي dan tunduk kepada-Nya dengan berdo’a agar Alloh سبحانه و تعالي menunjukinya menuju kebenaran. Dan hen­daklah dia berdo’a dengan do’a Nabi صلي الله عليه وسلم:
اللَّهُمَّ! رَبَّ جِبْرَائِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرِافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ  عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوا فِيْهِ يَخْتَلِفُونَ  اِهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إَنَّكَ تَهْدَي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
“Ya Alloh, Robb Jibril, Mikail, dan Isrofil. Yang menciptakan langit dan bumi, yang mengetahui perkara ghaib dan yang tampak, Engkau menghakimi hamba-hamba-Mu pada apa-apa yang mereka perselisihkan. Tun­jukkanlah kepadaku kebenaran dari apa-apa yang mereka perselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjuki siapa saja yang Engkau kehendaki menuju ja­lan yang lurus.” (HR. Muslim: 1/534 dari Aisyah رضي الله عنها)
Jika khilaf sangat kuat sehingga seorang muslim tidak mampu mengetahui mana yang benar, maka dia (boleh) bertaqlid kepada orang yang dia percayai ilmu dan din-nya dan tidaklah dia dibebani dengan beban yang lebih dari ini. Imam al-Khotib al-Baghdadi رحمه الله berkata dalam al-Faqih wal-Mutafaqqih (3/348): “Jika seseorang berkata: ‘Bagaimana pendapatmu terhadap orang awam yang meminta fatwa, jika ada dua orang yang memberinya fatwa, sedangkan ke­dua orang tersebut berselisih, dia boleh taqlid?’ Maka dijawab, untuk perkara ini ada dua sisi: pertama, jika orang awam tersebut luas akalnya dan baik pema­hamannya maka ia wajib bertanya kepada dua orang yang berselisih tersebut tentang madzhab (pendapat) mereka beserta hujjah mereka lalu dia mengambil pendapat yang paling kuat menurut dia. Namun jika akalnya kurang tentang hal ini dan pemahamannya tidak baik maka dia boleh taqlid kepada pendapat yang paling baik menurut dia di antara kedua orang tersebut. Ada yang berpendapat bahwa dia boleh mengambil yang dia kehendaki dari orang-orang yang berfatwa, dan ini adalah yang shohih karena dia bukan ahli ijtihad —sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah merujuk kepada perkataan seorang ulama yang dipercaya dan dia telah melakukan hal itu— maka hal itu telah mencukupinya. Wallohu A’lam." 
***

Namun sekarang in sya Allah tidak ada keraguan lagi didalam hatiku mengenai khalifah Al-Baghdadi, dan saksikanlah inilah bai'atku :
” Ubayi’u kholifatul muslimin syeikh ibrohim ibnu‘awwaad, ibnu ibrohim alhusainy alqurasiy ‘alaa
sam’i wa tho’ah , fil mansyati wal makroh… wa fil yusri wal ‘usr…

wa ‘alaa atsaratin ‘alayya …wa allaa unaazi’ul amro ahlahu… illaa an aroo kufron bawaahan, ‘indiy

minalloohi fiihi burHaan…

wa an aqulu bil haqqi ayna maa kuntu, laa akhoofu fillaahi lawmata la-im. walloohu ‘alaa maa aquulu

syahiid “
Yang artinya :
“saya berbaiat kepada sheikh ibrahim bin awwab bin ibrahim alhusainy alqurasiy untuk mendengar dan
taat,dalam keadaan giat ataupun malas, dalam keadaan lapang maupun susah…
dan sekalipun menelantarkan saya. dan saya tidak akan merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali bila saya melihat kekafiran yg nyata yg saya memiliki hujjah dari Allah.
dan saya akan berkata yg HAQ dimanapun saya berada, tidak takut celaan orang yg suka mencela.
dan Allah menjadi saksi atas apa yg saya ucapkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar