bintang

Sabtu, 24 Januari 2015

Andai, Hidayah itu bisa dibeli ~



 “Andai hidayah itu seperti buah yang bisa ku beli, maka akan ku beli berkeranjang-keranjang untuk aku bagi-bagikan kepada orang-orang yang aku cintai.” (Imam Syafi’i)
***
Tentu setiap dari kita menginginkan semua orang yang kita cintai bisa mendapatkan hidayah,bukan? Tentu setiap dari kita berharap diakhirat nanti dapat berkumpul kembali dengan keluarga dalam Jannah-Nya,bukan?
Tentu setiap dari kita akan sangat sedih, jika ada orang yang kita sayangi (entah itu ayah, ibu, kakak atau adik, dan yang lainnya) belum mendapatkan hidayah dari Allah.
Ya. Itu pasti berlaku. Dan aku sendiri pun merasakannya.
Karena hidayah tidak dapat dibeli. Hidayah adalah mutiara berharga yang tak setiap insan dapat memilikinya.
Lantas bagaimana kah sikap kita dalam menghadapi ujian ketika kita merasa disekeliling kita ialah orang awwam, ketika lingkungan tidak mendukung dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Apakah kita harus mengutuk takdir? Ataukah kita harus lari menjauh dari kehidupan ini? Meninggalkan orang-orang yang kita sayangi yang sejatinya hidayah itu belum mereka dapatkan?
Tidak ! jawabannya “tidak” sahabatku..
“Jika kau merasa bahwa segala disekitarmu gelap, tidakkah kau curiga bahwa DIRIMULAH yang dikirim Allah untuk jadi cahaya bagi mereka.”
***
Sahabatku, janganlah kalian berputus asa dalam menegakkan dien ini. Jangan pula kecewa kalau apa yang kita sampaikan itu diabaikan, atau bahkan dilecehkan, terlebih lagi jika dakwah ditengah keluarga yang terkadang itu lebih berat.
Coba kita lihat, Nabi Nuh ‘alaihissalam yang tak pernah bosan mengingatkan anaknya yang tersesat, Nuh ‘alaihissalam terus mendo’akan anaknya sampai akhirnya Allah tenggelamkan Kan’an.
Nabi Luth ‘alaihissalam yang tak pernah berhenti mengingatkan istrinya yang membangkang, sampai akhirnya Allah binasakan istrinya bersama kaum Sodom.
Asiah binti Muzahim, tertatih-tatih mengingatkan suaminya Fir’aun hingga akhirnya ia sendiripun dibunuh oleh Fir’aun.
Habil yang tak pernah lelah untuk terus menasehati kakaknya Qabil, hingga akhirnya Habil pun dibunuh oleh Qabil.
Dan kisah para sahabat Rasulullah lainnya, yang menunjukkan bahwa sejatinya dakwah itu memanglah harus menuntut pengorbanan sekalipun itu nyawa yang menjadi taruhan.
***

Tak peduli seberapa jauh ku harus melangkah..
Yang aku tahu, AKU HARUS MELANGKAH seberapapun yang aku bisa..
Tak peduli seberapa kuat lagi aku harus bertahan..
Yang aku tahu, AKU HARUS BERTAHAN  hingga tetes darah penghabisan..
Tak perduli seberapa banyak lagi air mata yang harus aku tumpahkan..
Yang aku tahu, AKU HARUS BERSABAR.. Dengan kesabaran yang indah,
karena aku tahu bahwa sekarang Allah sedang menggendongku..
Allah memberiku ujian, untuk meninggikan derajat ku..
Allah meberiku ujian ini, karena Allah tahu bahwa aku pasti bisa menempuhnya.. 


“Bayti Jannati”
Tekad yang kuat untuk menjadikan rumah ku sebagai surga bagi ku itu selalu aku usahakan segenap kemampuanku. Tidak bisa dengan cara yang ini, aku lakukan dengan cara yang itu, dan aku yakin pasti ada beribu-ribu cara agar dapat membawa cahaya Islam masuk kedalam rumahku.. –Dan Alhamdulillah perjuanganku itu sudah sedikit membuahkan hasil-
Sekarang, yang diperlukan ialah bermain cantik dalam menyampaikan.. Jangan bersikap keras dan kaku dalam berdakwah.. karena sejatinya dakwah itu menginspirasi bukan menghakimi !

Hati yang sudah dipenuhi besarnya rasa cinta kepada Allah, maka takkan lagi mudah merasa merana bila sekedar terluka.. Takkan mudah sedih meski harus merasakan hal yang pedih..
Caci maki dari para pendengki bagai kidung dalam sunyi.. Dan suara sumbangpun bagai indahnya sebuah tembang..
Maka,bersabarlah dan istiqomahlah, karena kejujuran iman haruslah dibuktikan dengan ujian..

Demikianlah sunnatullah yang berlaku untuk hamba-Nya, kejujuran imannya harus dibuktikan dengan ujian yang dihadapinya. Sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an,
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia menyangka mereka dibiarkan untuk berkata ‘kami telah beriman’ padahal mereka belum diuji. Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka maka Allah telah mengetahui siapa saja yang jujur dan siapa saja yang dusta (dalam imannya).” (QS. Al-Ankabut:2—3)
وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Agar Allah menguji sesuatu yang ada dalam dada kalian dan melihat yang ada di hati kalian.” (QS. Ali Imran:154)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa cobaan sesuai dengan kadar keimanan seseorang. Dalam hadits dari Sa’ad bin Abu Waqqash radhiyallallah ‘anhu, dia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling keras ujiannya?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئةِ
(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para Nabi, kemudian yang di bawahnya dan yang di bawahnya. Setiap manusia diuji sesuai dengan kadar agamanya. Jika kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai  dengan kadar agamanya. Senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia bisa berjalan di atas permukaan bumi tanpa mempunyai satu dosa pun.” (HR. At-Tirmidzi, 4:601–602; beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih”; Ibnu Majah, 2:1334; Ahmad, 1:172,174,180,185; dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani di Silsilah Shahihah, 1:66 dan Shahih Ibnu Majah, 2:371)
***
@Ri-Sakhi Al-Bashri


Kamis, 22 Januari 2015

~Sayang, kau menilaiku salah~

Kembali ku utaran lewat untaian kata
dalam satu nuansa yang mungkin tak dapat kau mengerti ..

"Sayang. kau menilai ku salah" ialah judul dari puisi yang pertama kali ku tulis tatkala awal mula aku berhijrah dan mengamalkan sunnah -bercadar-

Walau sebenarnya, tak perlu untukku bersusah payah menjelaskan tentang "siapa aku" karena bagaimanapun aku menjelaskan tentang diriku, orang yang menyukaiku tidaklah membutuhkan itu dan orang yang membenciku, tidaklah mempercayai itu.
Terlebih karena aqidah ini, yang benar-benar menjadi tembok pembatas antara kau dan aku.

~Sayang, kau menilaiku salah~

Hanya karena aku bercadar, kau bilang aku "Salafy"..
Hanya karena aku menolak Demokrasi, kau bilang aku "HTI"..
Hanya karena aku menjauh dari bid'ah, kau bilang aku "Wahabi"..
Lantas apa lagi?

Hanya karena aku menjunjung tinggi kemurnian Tauhid, kau bilang aku "Teroris Negeri ini"..
Hanya karena aku berkata jelas dan lantang dalam perkara Takfiri, kau bilang aku "Khawarij Zaman ini"..
lantas apa lagi?
Allah is enough for me..

@Ri-Sakhi Al-Bashri

Kamis, 15 Januari 2015

Generasi Ghuroba'

Alhamdulillah telah terbit buku berjudul "Generasi Ghuroba"
yang di tulis oleh Ririn Irya bekerja sama dengan Fp Wanita Indonesia Bercadar semoga buku ini bermanfaat untuk ummat..
Buku "Generasi Ghuroba" membahas tentang cadar dengan tuntas, In sya Allah bacaan yg tepat, cocok untuk kado, dan untuk memberi pemahaman kpd orang-orang yg belum mengenal cadar.
Selain membahas tentang cadar, juga membahas tentang jilbab, khimar, kerudung, hijab, bahkan istilah2 seperti "jilboobs", dll..
Kemudian juga dilengkapi dg kisah inspiratif wanita2 bercadar dan kisah penulis juga ada di dalamnya.

Synopsis buku :
Bukanlah orang asing itu mereka yang berpisah dari negerinya.
Tapi, orang asing itu ialah mereka yang tetap serius ketika manusia di sekelilingnya asyik bermain-main, tetap terbangun ketika manusia di sekelilingnya tidur dengan pulasnya, dan tetap mengikuti jalan yang lurus ketika yang lain tersesat tanpa arah.
Mereka yang tidak terlena dengan gemerlapnya dunia, dan mereka yang tidak takut terhadap cacian, hinaan, bahkan hukuman dari manusia di sekelilingnya—karena mereka ialah orang-orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya alasan hidup dan matinya. Ya, mereka itulah Al-Ghuroba!
“Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” (QS. Ali Imran: 173)

* * *
Ketahuilah, bidadari dunia itu tidaklah bersayap, namun ia berhijab. Menutup auratnya dengan sempurna, mereka yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Mereka yang mencintai wanita-wanita salehah penghuni Surga, Sayyidatuna Khadijah, Sayyidatuna Aisyah, Sayyidatuna Fathimah, dan yang lainnya. Mereka yang mencintai orangtuanya, dan mereka yang mencintai orang-orang yang juga mencintainya karena Allah.
* * *
Dari Anas Radiallahu ‘Anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Akan datang kepada umatku suatu zaman, dimana orang yang berpegang teguh kepada agamanya ibarat orang yang menggenggam bara api.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmizi dan selainnya. Dishahihkan oleh Syekh Al-Albany dalam Ash-Shahihah No. 957)



Al-Qur'an pedoman hidupku, maka pahamilah !

Subhanallah wal hamdulillah..
Betapa nikmatnya manakala kita mampu istiqomah berinteraksi dengan Al Qu'ran. Nikmat membaca kalam - kalam NYA, nikmatnya merasakan seakan-akan kita berbicara dengan NYA, nikmat merasakan Al Qur'an mampu memberikan ruh dan petunjuk dalam tiap langkah kehidupan kita, nikmatnya Al Qur'an menjadi petunjuk pembeda antara yang haq dan yang batil, serta nikmat syafaat kelak bagi sesiapa yang ikhlas senantiasa membaca & bersahabat dengan AL Qur'an. (Insya Allah)

Adakah perasaan iri (ghibthah) dalam diri kita ketika melihat saudara kita memiliki kemampuan berinteraksi dengan Al-Qur’an yang lebih baik?
Ataukah hanya iri dan menginginkan sesuatu yang terkait dengan harta yang dimiliki saudara kita, tapi untuk Al-Qur’an hati kita adem ayem saja?
Rasulullah Saw menjanjikan bahwa setiap orang beriman yang bersahabat akrab dengan Al-Qur’an dijamin akan mendapat syafa’at dari Al-Qur’an:
“Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR. Muslim).

Kualitas iman kita diukur dengan sejauh mana kualitas dan kuantitas interaksi kita dengan Al-Qur’an.
Apakah kita masa bodoh dan tidak merasa sedih jika dalam sebulan tidak khatam Al-Qur’an?
Adakah perasaan sedih jika kita tidak punya hafalan ayat-ayat Al-Qur’an?
Sedihkah kita karena awam dengan kandungan dan makna Al-Qur’an?
Jika belum, dikhawatirkan bahwa kitalah yang disebut Rasulullah yang menjadikan Al-Qur’an sebagai mahjuran. “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang diabaikan.’ “ (QS Al-Furqan [25]:30)

Pernahkah kita menghitung tentang berapa banyak informasi tentang hal-hal yang bersifat duniawi yang ada di kepala kita dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an?
Jika tentang Al-Qur’an lebih banyak maka bersyukurlah, jika tidak maka bertaubatlah kepada Allah Swt dan segera upayakan untuk kembali kepada Al-Qur’an agar tidak dikecam Allah Swt:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.”

Sabda Rasulullah Saw: “Barangsiapa yang belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya akan diberikan kepada orang tuanya pada hari kiamat mahkota yang cahanya lebih indah daripada cahaya matahari. Kedua orang tua itu akan berkata, ‘Mengapa kami diberi ini?’ Maka dijawab, ‘Karena anakmu yang telah mempelajari Al-Qur’an’ “ (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim)

Isi Al-Qur’an sesungguhnya menjelaskan bagaimana semua urusan dunia itu bisa mengantarkan manusia kepada suksesnya urusan akhirat. Kita, memang tidak ingin menjadi orang yang dekat dengan Al-Qur’an hanya secara huruf-hurufnya saja tetapi jauh dari ruh Al-Qur’an itu sendiri, Insya Allah.
Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.

Semoga Allah memberi kemampuan bagi kita semua menjadi pencinta Al-Quran. Aamiin yaa Robbal Alamiin.
Salam FULL Semangat ...!!!

Membongkar Kebohongan Sejarah !



SELAMATKAN GENERASI MUSLIM DARI PEMBODOHAN DAN KEBOHONGAN SEJARAH !!!

Awal Masuk Islam di Indonesia

Sebelum kita mengenal beberapa teori tentang penyebaran Islam di Nusantara, perlu di perhatikan bahwa Politik Luar Negeri Negara Khilafah terdiri dari dua; Da’wah dan Jihad. Awalnya negeri yang di targetkan akan di beri da’wah, ketika menerima maka tidak ada perang di sana. Namun, ketika menolak, maka akan terjadi Jihad dan Futuhat (Pembebasan). Dua hal ini adalah politik Luar Negeri, dimana di setiap perkembangan akan di sampaikan kepada Khalifah.
Itu pula yang terjadi di Indonesia. Jika penyebaran Islam di lakukan oleh pedagang semata, bukan Da’i atau utusan, maka apakah akan ada laporan kepada Khalifah? Lalu, apakah penyebaran lewat jalur perdagangan merupakan Politik Luar Negeri? Apakah penyebaran Islam dengan jalur perdagangan hanya propaganda untuk menutupi bahwa Nusantara pernah menjadi fokus Da’wah Islam dan menjadi bagian dari Khilafah?
Dari teori Islamisasi oleh Arab dan China, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia, mengaitkan dua teori Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China yang berjudul Chiu Thang Shu.

Menurut buku ini, orang-orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi Mo Ni’, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni’ itu merupakan utusan yang dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa berikutnya, delegasi-delegasi muslim yang dikirim ke China semakin bertambah. Pada masa Khilafah Umayyah saja, terdapat sebanyak 17 delegasi yang datang ke China. Kemudian pada masa Dinasti Abbasiyah, ada sekitar 18 delegasi yang pernah dikirim ke China.

Bahkan pada pertengahan abad ke-7 Masehi, sudah terdapat perkampungan-perkampungan muslim di daerah Kanton dan Kanfu. Sumber tentang versi ini juga dapat diperoleh dari catatan-catatan para peziarah Budha-China yang sedang berkunjung ke India. Mereka biasanya menumpang kapal orang-orang Arab yang kerap melakukan kunjungan ke China sejak abad ketujuh. Tentu saja, untuk sampai ke daerah tujuan, kapal-kapal itu melewati jalur pelayaran Nusantara.

Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari Sriwijaya. Mereka umumnya mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang sangat dikenal pada masa itu. Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun 100 hijriah atau 718 Masehi, sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya, Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.

Lebih jauh, dalam literatur China itu disebutkan bahwa perjalanan para delegasi itu tidak hanya terbatas di Sumatera saja, tetapi sampai pula ke daerah-daerah di Pulau Jawa. Pada tahun 674-675 Masehi, orang-orang Ta Shi (Arab) yang dikirim ke China itu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Menurut sumber ini, mereka berkunjung untuk mengadakan pengamatan terhadap Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang terkenal sangat adil itu.
Pada periode berikutnya, proses Islamisasi di Jawa dilanjutkan oleh Wali Songo. Mereka adalah para muballig yang paling berjasa dalam mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam Babad Tanah Djawi disebutkan, para Wali Songo itu masing-masing memiliki tugas untuk menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Jawa melalui tiga wilayah penting. Wilayah pertama adalah, Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur.
Wilayah kedua adalah, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah. Dan wilayah ketiga adalah, Cirebon di Jawa Barat. Dalam berdakwah, para Wali Songo itu menggunakan jalur-jalur tradisi yang sudah dikenal oleh orang-orang Indonesia kuno. Yakni melekatkan nilai-nilai Islam pada praktik dan kebiasaan tradisi setempat. Dengan demikian, tampak bahwa ajaran Islam sangat luwes, mudah dan memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa.

Selain berdakwah dengan tradisi, para Wali Songo itu juga mendirikan pesantren-pesantren, yang digunakan sebagai tempat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam, sekaligus sebagai tempat pengaderan para santri. Pesantren Ampel Denta dan Giri Kedanton, adalah dua lembaga pendidikan yang paling penting di masa itu. Bahkan dalam pesantren Giri di Gresik, Jawa Timur itu, Sunan Giri telah berhasil mendidik ribuan santri yang kemudian dikirim ke beberapa daerah di Nusa Tenggara dan wilayah Indonesia Timur lainnya.
Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Khilafah
Pada masa penjajahan, Belanda berupaya menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekular melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama.

Dari pandangan Snouck tersebut penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara. Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu diganti dengan peraturan kolonial.
Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.
Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebih terkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye.

Dikeluarkanlah: Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidak mencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar.

Demikianlah, syariah Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekuler. Hukum-hukum sekuler ini terus berlangsung hingga sekarang. Walhasil, tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah; sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim !

"Tiada Kemuliaan kecuali Islam, dan Islam tidak akan bisa tegak tanpa dakwah tauhid wal jihad fisabilillah."